Mamaah,
Aku Rindu!
Akhir-akhir ini aku tidak lagi
melihat senyum dari wajahnya. Bahkan untuk sekedar mendengar namaku dipanggil
itu terasa sulit. Rumahku berubah layaknya rumah sakit. Banyak sanak saudara
yang sering datang berbagi cerita sekaligus menjenguk seseorang yang sakit.
Dialah Mamaku.
Semuanya berubah sejak penyakit itu
menggerogotinya. Kulit yang dulunya kencang kini telah keriput. Bahkan tak ada
lagi daging dibalik kulit itu kecuali tulang-tulang yang mulai tampak keluar.
Mamaku sakit parah.
Mamaku? Dia seorang wanita yang
super. Wonderwoman, Catwoman atau woman-woman lainnya tidak sebanding
dengannya. Gaya bicaranya yang tegas namun penuh kasih sayang itu yang membuatku
selalu saja merindukannya.
Sejak kecil aku sangat dekat
dengannya dibanding papa. Mungkin karena papa yang smama k bekerja sehingga
membuat waktuku lebih banyak bersama mama. Tapi tidak masalah. Mereka tetap
saja malaikatku. Mamaku tidak hanya mama bagiku. Kadang saat ayah sedang diluar
daerah Iapun menjelma menjadi seorang ayah. Dia memegang seluruh kendali dalam
rumah.
Darinya pula aku belajar membaca
tulisan-tulisan arab pada buku Iqra. Menyambung-nyambungkannya dalam Al-Quran.
Darinya juga aku belajar menjadi anak yang berbakti walaupun awalnya agak
pelit. Mungkin aku yang salah menafsirkan sikap tegasnya. Dia selalu melarangku
untuk berbagi jawaban semasa sekolah di bangku SD. Tapi karena aku punya banyak
teman, aku tidak peduli. Aku tetap membantu mereka walaupun pada akhirnya
akupun kena marah. Itu juga karena laporan teman-temanku yang perempuan. mereka
itu teman-temanku sewaktu kelas satu hingga kelas lima SD. Di kelas enam aku
menemukan teman-temanku yang tepat. merekalah para siswa laki-laki.
Ok, kembali lagi..
Aku masih ingat bagaimana awal-awal
aku masuk kemasa putih abu-abu. Yang kata banyak orang adalah masa-masa dimana
setiap kenangan tidak mudah untuk dilupakan. Dan itu benar. aku membuktikannya.
Salah satunya kenangan bersama mamaku.
SMK NEGERI 1 GORONTALO adalah
sekolah pertama yang ditawarkan padaku dan aku segera menjawab iya. masuk ke
salah satu sekolah favorit di Kota Gorontalo siapa yang tidak mau? Akupun tidak
ingin menyia-nyiakannya.
Mamaku adalah orang pertama yang
aktif mengurusi semua keperluan berkasku. Mulai dari menemaniku mengurus Ijasah
di SMP, ambil formulir hingga menemaniku memasukkan berkas di SMK 1 Gorontalo.
Semua mamaku. Mama dan Mamaku.
Aku ingat. Pagi-pagi kami sudah
bersiap dengan Bentor untuk pergi menuju sekolah favorit itu yang jaraknya
kurang lebih enam atau tujuh kilometer dari rumahku. Siapa yang menemaniku
lagi? Yah mamaku.
Ambil formulir, antri memasukan
formulir hingga ikut Tes semuanya ditemani mamaku. Dia begitu Dahsyat. Gurat
kelelahan diwajahnya selalu saja tersembunyi dibalik senyum indahnya itu. wajah
yang begitu sederhana yang selalu dibalut jilbab. Pantas saja selalu ada sinar
kebahagiaan disana.
Tapi? Niatku untuk masuk ke Sekolah
favorit itu terganjal sesuatu. kenyataannya aku tidak lulus ujian tes masuk.
saat pengumuman itulah aku merasa sangat bersalah. Apalagi saat pengumuman mama
ada dirumah. aku takut memberi kabar kerumah. bagaiamana reaksi mamaku? Aku
tidak bisa membayangkannya.
Semua tidak sesuai dengan yang ada
dibayanganku. Mamaku sama sekali tidak marah. suaranya begitu lembut
memenangkanku yang mulai basah oleh air mata.
“Tenanglah. Masih ada harapan. Masih
ada pengumuman yang kedua lagi”
Hatiku menolak. Buat apa pengumuman
kedua? Orang-orang selalu menyebutnya dengan kelas penampungan. Kalau aku masuk
kelas penampungan, itu sama saja aku tidak berkualitas untuk masuk ke Sekolah
sebesar itu. namun aku tetap bertahan. Karena mamaku. Demi mamaku.
Hari itupun tiba. mamaku ikut untuk
mendengarkan pengumuman. Aku kesal, marah dan sedih juga. Namaku tak jua
disebutkan. Aku tidak lulus, LAGI. Akupun menyerah. Sudahlah, lebih baik aku
masuk kesekolah dimana aku sudah dinyatakan lulus. Salah satu SMU unggulan juga
di Kota Gorontalo. Tapi mama bersikeras memasukkanku ke SMK itu. akupun tetap
bertahan. Sekali lagi karena mamaku. Demi mamaku.
Hasilnya? Namaku disebutkan pada
pengumuman ketiga. Rasanya tidak seperti pengumuman pertama atau minimal kedua.
Tidak ada rasa bangga bisa masuk kesekolah itu. pengumuman ketiga? Kedua saja
sudah disebut penampungan apalagi yang ketiga? Tapi.. senyum diwajah mamaku itu
yang menyemangatkanku. Memberikan motivasi kepadaku untuk membuktikan bahwa aku
memang pantas disekolah itu. entah pengumuman kelulusan pertama, kedua, ketiga
atau terserah. Yang penting Mamaku.
-OoOoO-
Pagi itu aku tidak ikut kesekolah
untuk mendengarkan hasil kejuaraan di semester dua kelas satu. Hatiku dag,
dig,dug tak tenang. mana mungkin aku tenang menanti kabar kegagalanku
mempertahankan prestasiku? Semester awal aku meraih peringkat 5 kelas. Dan
sepanjang pengamatanku di semester dua, prestasiku bakalan anjlok.
Fiuh…
“Ya sudah kamu tunggu saja
dirumah”itulah pesan mamaku.
Akupun menunggu dengan hati yang
gusar dan gelisah. Jarum jam seakan melambat bergerak. siangpun menjelang dan
aku makin tak tenang. namun setidaknya aku sudah menyiapkan mental untuk kena
semprot lagi. “Pasrah deh!”
Kudengar bunyi motor berhenti
didepan rumah. sayup-sayup suara mamaku terdengar. Oh tuhan! Hatiku makin tak
tenang. jika saja jantung ini buatan manusia sudah lepas dari tadi pagi. Dag,
Dig, Dug, Dog, Byuar!!
Mama masuk kedalam rumah. aku
menanti dengan harap-harap cemas. Ia mendekat, menyerahkan buku Raportku lalu
memelukku. Aku bingung setengah mati. Mama tersenyum. Senyumnya tidak lantas
membuatku ikut tersenyum. Senyum itu malah menciptakan sejuta tanya dikepalaku.
Apa yang terjadi?
Dan yang terjadi adalah….aku membuka
buku raportku. Oh My God!!! Aku meraih peringkat tiga kelas. Aku tidak bisa
berkata-kata. Seseorang seperti aku yang belajarnya musiman saja, dikelas lebih
doyan diam bisa meraih peringkat tiga? Rasanya tidak mungkin tapi itulah
kenyataannya. Aku menghembuskan nafas lega. Senyum itu akhirnya makin
mengembang.
-OoOoO-
Waktu berlalu. Kelas duapun
menyambut. Disini perjuangan tidak mudah. Tapi, dari pengamatanku. Si dua
cerewet dalam kelas mulai memasuki masa-masa pubertas. Bisa kusebut nama mereka
V dan I. mereka berdua temanku bahkan sudah sahabat. V adalah perempuan
sementara I adalah laki-laki. Sebenarnya tidak ada yang berbeda dari mereka
berdua dibandingkan sewaktu kelas satu dahulu. Mereka masih tetap cerewet,
berdebat berdua saja. dan aku? Aku pendengar setia. Yang kadang angguk-anggukan
kepala tak jarang juga geleng-gelengkan kepala. Tapi itu? mereka yang usianya
memang lebih tua dariku mulai memasuki masa pubertas.
Si V mulai kesengsem dengan seorang
kakak kelas yang berbeda jurusan. Dia juga jadi rajin baca novel dikelas.
padahal sebelumnya tidak pernah. Dan si I? pubertas juga menghampirinya. Inilah
kesempatan emas yang tak mungkin dibiarkan begitu saja. Hasilnya? Tepat. Aku
menggeser posisi prestasi kami di kelas satu. Jika dikelas satu, peringkat satu
ada si V, kedua si I dan ketiga aku. Disemester awal kelas dua, aku meraih
peringkat satu, V turun ke dua dan si I turun ketiga.
-OoOoO-
Tidak berselang sebulan setelah
kabar bahagia prestasiku meningkat, mamaku masuk rumah sakit. penyakit ganas
itu menyerangnya. Ia harus dirawat kurang lebih dua bulan lamanya dirumah
sakit. satu bulan terakhir aku menjadikan rumah sakit sebagai rumah keduaku.
Aku belajar, makan, pergi dan pulang sekolah langsung kerumah sakit. dan kabar
buruknya. Dua jari dikaki mamaku harus diamputasi.
“Oh tuhan… apa ini? Mengapa selalu
saja ada air mata mengiringi sebuah senyuman?” baru saja aku tersenyum melihat
mamaku ikut bahagia dengan prestasiku, kini aku harus menangis melihat
penyakitnya.
“engkau benar-benar hebat dalam
mengatur keadilan”
Saat mama dirumah sakit itu aku
memberikan kabar bahagia untuknya. Aku dipilih menjadi salah satu wakil
sekolahku untuk mengikuti Lomba Cerdas Tangkas Akuntansi Regional Sulawesi.
Bangga bercampur haru. Aku bisa mewakili sekolah sebesar SMK 1 Gorontalo di
lomba seperti itu. Lomba akuntansi? Mendengar akuntansi saja orang-orang sudah
berfikiran sulit, susah, dan sukar. S3. Dan pastinya mamaku pasti bahagia.
“Rajin sholat. Berdoa, doakan
kesembuhan mama.”bisik mama suatu hari disaat itu hanya ada mama dan aku
didalam kamar pasien. Aku duduk dikursi sambil membaringkan kepalaku diatas
tempat tidur mama. Dan tangannya dengan lembut mengusap kepalaku.
Sebelum lomba itu tiba mama sudah
bisa keluar dari rumah sakit. dan setelah lomba itu selesai apa yang terjadi?
Mamaku tambah bahagia. Setidaknya aku bisa menjadi anak yang dibanggakan. Aku
dan rekan seteamku meraih peringkat satu. Berkat Mr. Danial dan Mss. Noviana
Sari. Mereka rekan satu timku.
Dan pastinya, semester dua kelas dua
aku masih bisa meraih peringkat satu. Mamaku dengan kakinya yang belum sembuh
total memaksa diri untuk kesekolah. Untuk mendengar namaku disebut sebagai
peringkat satu kelas. BAHAGIA Pastinya.
-OoOoO-
Walau belum sembuh total, mama mulai
beraktifitas sebagaimana biasa. Ia bahkan ikut ambil bagian dalam perayaan
tujuhbelasan yang diadakan oleh anak-anak muda di tempat tinggalku. Dengan
kakinya yang masih berbalut kain kasa dengan bercak-bercak obat merah Ia ikut bergoyang
dalam lomba goyang balon. Mamaku benar-benar tangguh. Kuat dan hebat.
Tapi tidak berahan lama. Ramadhanpun
menyambut. Ramadhan kali ini adalah ramadhan yang paling buruk bagiku.
Bagaiamana tidak? mamaku sampai dua kali dirawat dirumah sakit dalam kurun
waktu kurang dari satu bulan? Tapi aku harus tegar melihat penyakit mamaku yang
semakin parah. Lukanya sudah sembuh tapi penyakitnya yang entah apa itu aku tak
tahu. Aku harus kuat. DIa saja yang sedang sakit bisa kuat mengapa aku anaknya
tidak bisa?
Dua kali masuk rumah sakit dalam
satu bulan? Setidaknya aku bisa tahu apa penyakit mamaku. Saat kali kedua Ia
dirawat dirumah sakit aku mulai bisa menerka apa penyakitnya. Bahkan ia dan
pasien lain harus menempati ruangan terpisah dari pasien biasa.
Tapi ketangguhan dan hasrat ingin
sembuh itu tak jua surut dari dalam dirinya. Tiga hari menjelang lebaran dia
pulang kerumah berkumpul lagi dengan suasana ramadhan penuh keakraban.
Idul fitri 1429 Hijirah atau tahun
2008 Masehi adalah idul fitri yang paling tak kuinginkan. Malam takbiran mamaku
masih sehat-sehat saja tapi sehari setelah lebaran penyakitnya tambah parah.
Dia sudah tidak bisa lagi berjalan sendiri. aku makin sedih melihatnya. Dan
disaat seperti itu aku masih sempat bertengkar hebat dengan kakaku hanya karena
masalah sepele. Tapi, Mamaku masih punya kekuatan untuk memberikan
nasihat-nasihatnya untuk kami.
-OoOoO-
Waktu berlalu dan tak ada tanda
kesembuhan dari mama.
Hari itu tanggal 22 oktober 2008.
Malamnya aku memutuskan untuk tidur bersama mama. Mamaku tidur diatas ranjang
dan aku dilantai. Aku memutarkan surat yasin dan ayat suci dari handphone
pertama yang dibelikan mamaku. Aku menggengam tangannya walaupun aku sendiri
merasakan genggaman itu tak sehangat dulu.
Seperti biasa,
Aku pamit untuk pergi kekantor. Saat
itu aku masih Prakerin di salah satu perusahaan di Gorontalo.
23 oktober 2008, malamnya..
Terjadi pertengkaran hebat diantara
kakakku dari istri pertama papah dengan tanteku, adiknya mama. Apa penyebabnya?
Entahlah. sebab saat itu aku sedang berada dirumah temanku. Aku tidak tahu dan
tidak mau tahu. Walaupun sedikitnya aku sudah tahu apa permasalahan mereka.
24 oktober 2008. Pukul 03.50 wita..
Aku dibangunkan dengan pelan oleh
kakak iparku. Saat itu aku tertidur disofa yang ada diruang tamu. Kamar mamaku
penuh dengan sanak saudara yang datang dari jauh. Dengan gontai aku dituntunnya
menuju kamar mamaku. Aku tak jua masuk kedalam kamar. kupandangi wajah mereka
satu persatu. Air mata, kesedihan tergambar jelas disana. ku melihat kedalam
kamar.
Innalillahi wa’Innailaihi Rodjiun..
Mamaku telah meninggal. Aku berdiri
mematung dengan titik air mata jatuh membasahi pipiku. Aku tidak ingin hanyut
dalam kesedihan. Segera kutinggalkan mereka semua. Aku menjauh dan berusaha
menenangkan diri seorang saja. Hingga fajar menyapa aku masih terus bergulat
dengan batinku.
“Ini tidak mungkin. aku tidak boleh
menangis”
Aku sebenarnya tidak ingin menangis,
namun karena melihat air mata diwajah keluargaku bagaimanapun aku tidak bisa
membendungnya. Akupun menangis dipelukan pamanku, adik mama yang berada di
Palu. Saat itu ia sedang berada di Gorontalo Utara sehingga tidak perlu
menunggu waktu lama untuk tiba dirumahku.
Saat-saat menggetarkan itu tiba.
Aku ikut dalam proses memandikan
jenazah. Tak sanggup aku melihat sosok yang penuh cinta itu kini tergeletak tak
berdaya. matanya terpejam memberikan isyarat bahwa Ia tidak akan pernah terbuka
lagi. Air mata memenuhi kelopak mataku. Dan aku berusaha menahannya agar tidak
tumpah pada jenazah yang telah suci itu.
Satu demi satu helai putih tanpa
jahitan mulai membungkus tubuhnya. Tubuh yang dulunya padat berisi menjadi
tempatku bersandar dengan nyaman kini berubah kermamat dan sangat kurus. Kami
tidak kuasa melihat itu semua. Bahkan nenekku hampir saja pingsan dipelukanku
saat perlahan tubuh mama menghilang dalam balutan kain kafan itu. aku ingin
mati saja.
-OoOoO-
Aku sholat tak khusyuk.
bayang-bayang mamah hadir dikepalaku. Jenazah dalam keranda itu kini sedang
disholatkan. Aku berusaha menahan isak tangis. Aku harus bisa. Harus.
Tiba saatnya jenazah mama harus
dimakamkan. Aku berusaha tegar. Mamaku selalu mengajarkan kami untuk tegar. Aku
juga pernah melihat kesedihan diwajah mamah saat nenek dan kakek meninggal.
Tapi itu hanya sesaat. Namun kini semua berganti. Giliran aku dan kakakku yang
harus melihat jenazahnya hilang bersama gundukan tanah.
Saat semua pelayat pulang, entah apa
yang terjadi padaku. Kakiku serasa tak mampu untuk digunakan berdiri. aku roboh
dalam posisi bersujud. Bahkan aku tidak merasakan sakit saat kedua lututku
menghantam gundukan batu disekitar makam mamaku. Aku menangis sejadi-jadinya.
Terlintas wajah mamaku yang begitu
teduh dan tenang. teriakannya, panggilannya, bagaiamana Ia merawatku saat
sakit, saat Ia marah dikala aku berbuat salah, semuaanya masih terekam dengan
indah dimemoriku. Aku tak bisa berdiri. beberapa kerabat dan teman membantuku
berdiri. aku berusaha menganggkat wajahku, membuka dengan pelan mataku yang
sudah basah oleh air mata. apa yang kulihat?
Hitam, gelap, kosong, blank, dan….
Aku tidak tahu apa yang terjadi. Aku
hanya merasakan tubuhku seperti melayang menyusul mamaku kealam tiada akhir.
Dia tersenyum padaku. Dia tersenyum.
Saat aku terbangun. Aku sedang
berbaring tak berdaya diatas tempat tidur mamaku. Ditempat itu. masih dengan
seprei yang sama aku pernah merasakan kehangatan ditempat itu. pelukan
kehangatan, kecupan penuh kasih, dekapan sayang dari mama masih jelas terasa.
Kumeraba-raba jejak tangan yang ditinggalkan mamaku ditempat itu. aku menangis.
Menangis dan menangis. Aku rapuh. Ini kali pertama aku merasakan kehilangan
yang begitu dalam..
Aku bangkit lalu membuka lemari
pakaian mamaku. Disana masih bergantung gamis yang selalu ia gunakan. Aku
mengambil salah satu. Memeluknya dengan harapan disitu masih tersisa dekapan
hangat mamaku. Bau itu masih ada. itu bau tubuh mamaku. Aku memeluk dan
menciumnya.
“Mamah.. aku Rindu” belum beberapa
jam aku tak melihatnya aku sudah merasakan kerinduan yang mendalam.
Aku memandangi wajah mama yang
terpasang sebagai wallpaper di ponselku. Aku berdiri didepan pintu kamar mamah.
kamar yang penuh dengan kenangan. Kamar yang berisi kisah kasih sayang. Aku
benar-benar merindukanmu mama. Kamar itu terasa hampa tanpa sosoknya. Sosok
yang begitu tegar dan kuat. Aku
melangkah masuk kedalam kamar. ku kembalikan pakaian yang pernah ia kenakan
dulu.
Kututup kembali lemari mamahku.
Aku berjalan keluar dari kamar,
Selamat jalan duh mama!
Selamat jalan duhai bundaku..
Selamat jalan malaikatku..
Mamah… Aku Rindu padamu!!
“Cintaku hidup selamanya untukmu”